Ketegangan di Jalur Gaza kembali meningkat tajam setelah pernyataan terbaru slot dari pemimpin Hamas yang menyatakan kesiapannya untuk menghadapi perang berkepanjangan melawan Israel. Dalam wawancara yang dirilis media sayap Hamas maupun sejumlah media internasional, pemimpin politik gerakan tersebut, Ismail Haniyeh, menegaskan bahwa perjuangan mereka tidak akan berhenti sampai “pendudukan berakhir” dan rakyat Palestina meraih kemerdekaan penuh.
Pernyataan ini muncul di tengah intensitas serangan Israel yang terus meningkat di berbagai wilayah Gaza sejak meletusnya perang terbaru pada Oktober 2023. Meskipun berbagai upaya internasional telah dilakukan untuk mencapai gencatan senjata, baik melalui jalur diplomatik maupun tekanan dari berbagai negara, konflik ini menunjukkan tanda-tanda akan berlangsung lebih lama dari yang diperkirakan sebelumnya.
Hamas: Perlawanan Sebagai Jalan Satu-Satunya
Dalam pidatonya, Haniyeh menyebut bahwa “perlawanan bersenjata adalah satu-satunya bahasa yang dipahami oleh pendudukan Israel.” Ia juga menuduh Israel terus melakukan kejahatan perang di Gaza, termasuk pembunuhan terhadap warga sipil, penghancuran rumah, dan blokade kemanusiaan.
Respons Israel: Tidak Ada Toleransi untuk Terorisme
Menanggapi pernyataan tersebut, pihak Israel menegaskan bahwa mereka tidak akan berhenti sampai infrastruktur militer Hamas dihancurkan. Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menyebut bahwa Hamas bertanggung jawab atas penderitaan rakyat Palestina sendiri karena terus memprovokasi perang dan menolak gencatan senjata yang realistis.
Pasukan Pertahanan Israel (IDF) mengklaim telah menghancurkan ribuan target militer Hamas, termasuk terowongan bawah tanah, tempat peluncuran roket, dan markas komando. Namun, komunitas internasional terus mendesak Israel untuk menahan diri, terutama karena meningkatnya jumlah korban sipil, termasuk perempuan dan anak-anak.
Dampak Kemanusiaan yang Mengerikan
Konflik berkepanjangan ini membawa dampak kemanusiaan yang luar biasa buruk. Menurut data dari organisasi kemanusiaan internasional, lebih dari 35.000 warga Palestina telah tewas sejak perang terbaru pecah, dan jutaan lainnya mengungsi dari rumah mereka. Akses terhadap makanan, air bersih, dan layanan kesehatan semakin terbatas, dan sebagian besar infrastruktur di Gaza telah hancur atau lumpuh total.
Sekjen PBB António Guterres dalam pernyataannya mengatakan bahwa “Gaza kini adalah zona bencana kemanusiaan.” Ia meminta semua pihak untuk segera menghentikan pertempuran dan mengizinkan bantuan kemanusiaan masuk secara luas dan tanpa hambatan.
Perang Propaganda dan Perebutan Simpati Internasional
Selain di medan tempur, perang juga terjadi di ranah informasi dan diplomasi. Hamas berupaya menarik simpati dunia Islam dan negara-negara Global Selatan dengan menekankan narasi penjajahan dan hak atas perlawanan. Sementara itu, Israel gencar menampilkan serangan Hamas sebagai aksi terorisme yang membahayakan eksistensi negara Yahudi tersebut.
Kondisi ini menciptakan polarisasi di komunitas internasional. Beberapa negara seperti Iran, Turki, dan Qatar memberikan dukungan moral dan finansial bagi Hamas, sementara negara-negara Barat seperti Amerika Serikat dan sebagian besar Uni Eropa tetap berada di sisi Israel, meski dengan tekanan internal yang meningkat akibat opini publik yang mulai berubah seiring laporan banyaknya korban sipil di Gaza.
Masa Depan Konflik: Gencatan Senjata atau Perang Panjang?
Hingga kini, belum ada tanda-tanda yang jelas mengenai berakhirnya konflik. Hamas menuntut penghentian total blokade dan penarikan pasukan Israel, sementara Israel menuntut pembebasan sandera dan pelucutan senjata Hamas.
Kesimpulan
Pernyataan pemimpin Hamas tentang kesiapan menghadapi perang berkepanjangan di Gaza mempertegas bahwa konflik ini belum akan berakhir dalam waktu dekat. Sementara warga sipil terus menjadi korban, ketidakmampuan diplomasi internasional untuk menghentikan kekerasan hanya memperpanjang penderitaan.